Friday, May 21, 2010

Tariq bin Ziyad

Mengukir Karang dengan Namanya


Mendung hitam menggelayut di atas bumi Spanyol. Eropa sedangdikangkangi oleh penjajah, Raja Gotik yang kejam. Wanita merasaterancam kesuciannya, petani dikenakan pajak tanah yang tinggi, danbanyak lagi penindasan yang tak berperikemanausiaan.Raja dan anteknya bersukaria dalam kemewahan sedang rakyat merintihdalam kesengsaraan. Sebagian besar penduduk yang beragama Kristen danYahudi, mengungsi ke Afrika, berharap mendapat ketenangan yang lebihmenjanjikan. Dan saat itu Afrika, adalah sebuah daerah yang makmur danmempunyai toleransi yang tinggi karena berada di bawah naunganpemerintahan Islam.

Satu dari jutaan pengungsi itu adalah Julian, Gubernur Ceuta yangputrinya Florinda telah dinodai Roderick, raja bangsa Gotik. Merekamemohon pada Musa bin Nusair, raja muda Islam di Afrika untukmemerdekakan negeri mereka dari penindasan raja yang lalim itu.Setelah mendapat persetujuan Khalifah, Musa melakukan pengintaian kepantai selatan Spanyol. Bulan Mei tahun 711 Masehi, Tariq bin Ziyad,budak Barbar yang juga mantan pembantu Musa bin Nusair memimpin 12.000anggota pasukan muslim menyeberangi selat antara Afrika dan daratanEropa.

Begitu kapal-kapal yang berisi pasukannya mendarat di Eropa, Tariqmengumpulkan mereka di atas sebuah bukit karang, yang dinamai JabalTariq (karang Tariq) yang sekarang terkenal dengan nama Jabraltar. Diatas bukit karang itu Thariq memerintahkan pembakaran kapal-kapal yangtelah menyeberangkan mereka.Tentu saja perintah ini membuat prajuritnya keheranan. "Kenapa Andalakukan ini?" tanya mereka. "Bagaimana kita kembali nanti?" tanya yanglain.

Namun Tariq tetap pada pendiriannya. Dengan gagah berani ia berseru,"Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan,menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid."Keberanian dan perkataannya yang luar biasa menggugah Iqbal, seorangpenyair Persia, untuk menggubahnya dalam sebuah syair berjudul"Piyam-i Mashriq":"Tatkala Tariq membakar kapal-kapalnya di pantai Andalusia (Spanyol),Prajurit-prajurit mengatakan, tindakannya tidak bijaksana. Bagaimanabisa mereka kembali ke negeri Asal, dan perusakan peralatan adalahbertentangan dengan hukum Islam. Mendengar itu semua, Tariq menghunuspedangnya, dan menyatakan bahwa setiap negeri kepunyaan Allah adalahkampung halaman kita."

Kata-kata Tariq itu bagaikan cambuk yang melecut semangat prajuritmuslim yang dipimpinnya. Bala tentara muslim yang berjumlah 12.000orang maju melawan tentara Gotik yang berkekuatan 100.000 tentara.Pasukan Kristen jauh lebih unggul baik dalam jumlah maupunpersenjataan. Namun semua itu tak mengecutkan hati pasukan muslim.

Tanggal 19 Juli tahun 711 Masehi, pasukan Islam dan Nasrani bertemu,keduanya berperang di dekat muara sungai Barbate. Pada pertempuranini, Tariq dan pasukannya berhasil melumpuhkan pasukan Gotik, hinggaRaja Roderick tenggelam di sungai itu. Kemenangan Tariq yang luarbiasa ini, menjatuhkan semangat orang-orang Spanyol dan semenjak itumereka tidak berani lagi menghadapi tentara Islam secara terbuka.

Tariq membagi pasukannya menjadi empat kelompok, dan menye-barkanmereka ke Kordoba, Malaga, dan Granada. Sedangkan dia sendiri bersamapasukan utamanya menuju ke Toledo, ibukota Spanyol. Semua kota-kotaitu menyerah tanpa perlawanan berarti. Kece-patan gerak dan kehebatanpasukan Tariq berhasil melumpuhkan orang-orang Gotik.

Rakyat Spanyol yang sekian lama tertekan akibat penjajahanbangsa Gotik, mengelu-elukan orang-orang Islam. Selain itu,perilaku Tariq dan orang-orang Islam begitu mulia sehinggamereka disayangi oleh bangsa-bangsa yang ditaklukkannya.

Salah satu pertempuran paling seru terjadi di Ecija, yang membawakemenangan bagi pasukan Tariq. Dalam pertempuran ini, Musa binNusair, atasannya, sang raja muda Islam di Afrika ikut bergabungdengannya.

Selanjutnya, kedua jenderal itu bergerak maju terus berdampingandan dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun seluruh dataran Spanyoljatuh ke tangan Islam. Portugis ditakluk-kan pula beberapa tahunkemudian.

"Ini merupakan perjuangan utama yang terakhir dan palingsensasional bagi bangsa Arab itu," tulis Phillip K.Hitti, "dan membawamasuknya wilayah Eropa yang paling luas yang belum pernah merekaperoleh sebelumnya ke dalam kekuasaan Islam. Kecepatan pelaksanaan dankesempurnaan keberha-silan operasi ke Spanyol ini telah mendapattempat yang unik di dalam sejarah peperangan abad pertengahan."

Penaklukkan Spanyol oleh orang-orang Islam mendorong timbuln-yarevolusi sosial di mana kebebasan beragama benar-benar diakui.Ketidaktoleranan dan penganiayaan yang biasa dilakukan orang-orangKristen, digantikan oleh toleransi yang tinggi dan kebaikan hati yangluar biasa.

Keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga jikatentara Islam yang melakukan kekerasan akan dikenakan hukumanberat. Tidak ada harta benda atau tanah milik rakyat yang disita.Orang-orang Islam memperkenalkan sistem perpajakan yang sangat jituyang dengan cepat membawa kemakmuran di semenanjung itu danmenjadikan negeri teladan di Barat. Orang-orang Kristen dibiarkanmemiliki hakim sendiri untuk memutuskan perkara-perkara mereka. Semuakomunitas mendapat kesempatan yang sama dalam pelayanan umum.

Pemerintahan Islam yang baik dan bijaksana ini membawa efek luarbiasa. Orang-orang Kristen termasuk pendeta-pendetanya yang padamulanya meninggalkan rumah mereka dalam keadaan ketakutan, kembalipulang dan menjalani hidup yang bahagia dan makmur. Seorang penulisKristen terkenal menulis: "Muslim-muslim Arab itu mengorganisirkerajaan Kordoba yang baik adalah sebuah keajaiban Abad Pertengahan,mereka mengenalkan obor pengetahuan dan perada-ban, kecemerlangan dankeistimewaan kepada dunia Barat. Dan saat itu Eropa sedang dalamkondisi percekcokan dan kebodohan yang biadab."

Tariq bermaksud menaklukkan seluruh Eropa, tapi Allahmenentukan lain. Saat merencanakan penyerbuan ke Eropa, datangpanggilan dari Khalifah untuk pergi ke Damaskus. Dengan disiplin dankepatuhan tinggi, Tariq memenuhi panggilan Khalifah dan berusahatiba seawal mungkin di Damaskus. Tak lama kemudian, Tariq wafatdi sana. Budak Barbar, penakluk Spanyol, wilayah Islam terbesar diEropa yang selama delapan abad di bawah kekuasaan Islam telah memenuhipanggilan Rabbnya. Semoga Allah merahmatinya. Tamat(her)

Saturday, May 15, 2010

Guru Oh Guru!

Guru Oh Guru!
Wan Roslili Abd. Majid
Pegawai penyelidik

23/05/2006 | Berita Harian

Hari Guru yang disambut tanggal 16 Mei saban tahun mengingatkan kita pada jasa dan pengorbanan guru yang tidak mungkin terungkap melalui perkataan. Sambutan ini bagi sesetengah orang tidak pernah cukup untuk menggambarkan betapa besarnya jasa, bakti serta sumbangan oleh individu yang bergelar guru. Menurut mereka, setiap saat jasa bakti mulia itu dikenang dan disemat kukuh dalam minda, bukan hanya pada hari tersebut sahaja. Namun umumnya 16 Mei tetap bermakna kerana setiap anak didik, pelajar atau penuntut berpeluang meraikan guru mereka bersama-sama; menzahirkan rasa kasih, hormat serta terima kasih yang tidak terhingga. Pun begitu, cara guru-guru diraikan perlulah juga diberikan perhatian agar ia tidaklah sekadar memenuhi maksud sambutan dan bergembira tetapi sebaliknya bagi menunjukkan guru-guru benar-benar dihormati, dimuliakan dan disanjung tinggi. Ini bersesuaian dengan kedudukan tinggi yang diberikan oleh Islam kepada guru. Al-Tabarani meriwayatkan dalam kitabnya, Al-Ausat daripada Abu Hurairah r.a., katanya, "Rasulullah s.a.w. bersabda, `Pelajarilah ilmu pengetahuan dan pelajari juga dengan ilmu tersebut ketenangan jiwa dan kerendahan diri. Rendahkan dirimu kepada orang yang mengajar kamu."

Bicara tentang jasa dan pengorbanan guru tidak pernah akan berakhir. Betapa mulianya kedudukan seorang guru kerana di tangannyalah lahirnya individu berilmu, berakhlak lagi berjasa kepada agama, bangsa serta negara.� Berat benar mata memandang bebanan serta tanggungjawab yang dipikul oleh guru, khususnya pada zaman moden kini. Cabaran yang ada begitu hebat; bukan sekadar memastikan pelajar dapat mengikuti pengajaran dengan berkesan lagi sempurna lalu mencapai kejayaan yang cemerlang bahkan bertanggungjawab membentuk jiwa serta sahsiah mereka. Belum lagi dijumlah bebanan dan amanah menangani pelajar yang bermasalah peribadi serta akhlak mereka. Kesimpulannya, bukan sebarangan insan dapat berdiri di tempat guru-guru berada. Di bahu mereka disandarkan harapan yang menggunung tinggi dan kepada mereka jugalah jari dituding jika harapan yang diberi difikirkan tidak tertunai.

Guru yang unggul, hebat dan berjaya, pasti tidak akan dilupa jasanya oleh anak didik mereka. Maka lahirlah pelbagai bentuk tulisan dalam pelbagai perantara bagi merakamkan penghargaan tersebut atau juga bagi berkongsi pengalaman amat berharga yang diperoleh daripada guru yang dikasihi. "Totto-chan : The Little Girl at the Window" tulisan Tetsuko Kuroyanagi merupakan salah satu daripadanya. Buku ini dihasilkan menurut beliau untuk berkongsi dengan pembaca tentang kehebatan guru (besar)nya, kasih sayang mendalam gurunya itu terhadap kanak-kanak dan bagaimana gurunya merangka kaedah yang berkesan bagi mendidik mereka. Kisah yang diceritakan Tetsuko Kuroyanagi (Totto-chan) tertumpu pada imbasan zaman kanak-kanaknya semasa bersekolah di Tomoe Gakuen, sebuah sekolah yang ideal di Tokyo semasa Perang Dunia Kedua. Sekolah ini menggabungkan pembelajaran dengan keseronokan, kekebasan dan kasing sayang. Sekolah luar biasa ini menjadikan gerabak keretapi sebagai bilik darjah dan dikendalikan oleh seorang individu yang juga luar biasa pengasas dan juga guru besarnya, Sosaku Kobayashi yang teguh mempercayai kebebasan dalam penzahiran perasaan dan tindakan.

Kobayashi juga meyakini bahawa semua kanak-kanak dilahirkan dengan sifat semula jadi yang baik, yang boleh dengan mudah dirosakkan oleh persekitaran dan pengaruh tidak baik daripada golongan dewasa. Matlamat beliau adalah untuk mendedahkan sifat semula jadi mereka yang baik dan mengembangkannya supaya mereka membesar menjadi insan yang memiliki identiti tersendiri. Totto-chan turut menceritakan bagaimana ibunya begitu bimbang kerana dia yang baru sahaja memasuki sekolah (darjah pertama) telah disingkir kerana tingkah lakunya yang dianggap mengganggu pengajaran serta mendatangkan bebanan dan masalah kepada guru kelasnya Tanpa disangka ibunya, Totto-chan diterima dengan baik oleh pengetua Tomoe-Gakuen. Guru Besar yang penyayang itu telah mendengar dengan penuh minat cerita seorang kanak-kanak berusia tujuh tahun selama empat jam tanpa henti dan telah membuat kanak-kanak tersebut, Totto-chan, berasa begitu selamat, mesra dan gembira, meskipun jauh di sudut hatinya, Totto-chan menyedari bahawa dia dianggap sebagai seorang kanak-kanak yang berbeza dengan kanak-kanak lain dan agak aneh.

Kaedah pendidikan yang disusun oleh Sosaku Kobayashi ternyata berkesan bagi pelajar-pelajarnya. Kaedah pembelajaran di dalam kelas yang begitu berbeza dengan sekolah yang lain memperlihat kebebasan diberikan kepada pelajar untuk melakukan kegiatan yang diminati. Oleh yang demikian, di dalam kelas yang sama, bagi pelajar yang berminat dengan karangan, ia mungkin menulis sesuatu, yang meminati lukisan mungkin melukis sesuatu dengan asyiknya dan yang meminati ilmu hisab pula sibuk dengan latihan mengira. Kaedah pengajaran seumpama ini membolehkan guru-guru memperhatikan - sehingga mereka sampai ke darjah yang selanjutnya - bidang yang diminati oleh setiap pelajarnya selain juga cara pemikiran dan perwatakan mereka. Selain itu, Kobayashi juga memasukkan "eurithmics" dalam kurikulum sekolah bagi membantu perkembangan keperibadian kanak-kanak selain mendidik pelajar-pelajarnya memilih hidangan yang seimbang dan berkhasiat. Pelajar-pelajar diminta oleh beliau supaya membawa �sesuatu daripada laut dan juga sesuatu dari gunung untuk dimakan semasa makan tengahari. Kaedah pendidikan lain yang diterapkan dalam diri pelajar-pelajarnya ialah nilai berkasih sayang, berkongsi perasaan suka dan duka, menghargai orang lain terutama yang tidak berupaya dan sebagainya - beberapa orang sahabat Totto-chan mengalami ketidakupayaan jasmani seperti Yasuaki Yamamoto yang menghidap polio, serta Akira Takahashi yang kerdil.

Nilai-nilai lain seperti bekerjasama, mencintai alam, menghargai pejuang negara dan sebagainya diterapkan dalam pelbagai usaha seperti Perkhemahan Musim Panas, Ujian Keberanian, Latihan Bersiar-Siar dan Rombongan ke Mata Air Panas. Selain itu, Guru Besar Kobayashi juga menyusun beberapa kegiatan Hari Sukan yang berbeza dengan sekolah-sekolah rendah yang lain. Beliau merancang banyak acara yang membolehkan pelajar cacat seperti Akira Takahashi memenangi semua acara. Setelah dewasa dan dalam pertemuan dengan Totto-chan, Takahashi mengakui Guru Besar Kobayashilah yang telah memberikan keyakinan yang tinggi kepadanya untuk membina sikap yang positif dalam diri. Keyakinan itulah yang membantu Takahasi memasuki sekolah tinggi yang masyhur kerana pasukan ragbinya di Jepun dan kemudiannya ke Universiti Meiji. Dalam kerjaya, Takahashi menjawat jawatan Pengurus Perjawatan di sebuah syarikat elektronik di tengah Jepun. Beliau bertanggungjawab membentuk tenaga kerja yang harmoni dan mendengar semua aduan serta masalah selain menyelesaikan pertikaian. Melalui pengalaman hidup yang dilaluinya, Takahashi menjadi seorang sentiasa bersedia untuk memahami masalah orang lain. Perwatakannya yang periang selain keperibadian yang menarik, turut membantu beliau menjalin hubungan yang berkesan dengan rakan sekerja dan kakitangan bawahannya.

Dalam kesimpulannya, Kuroyanagi menyatakan keyakinannya bahawa jika sekolah seperti Tomoe wujud sekarang ini, akan berkuranganlah keganasan dan masalah keciciran sekolah yang sering didengari berlaku. Beliau juga meyakini bahawa di seluruh dunia sememangnya ada pendidik yang unggul dan berjiwa mulia. Mereka memiliki cita-cita yang tinggi dan kasih sayang yang mendalam terhadap kanak-kanak selain memiliki impian untuk membina sekolah yang unggul. Namun, katanya beliau mengetahui bagaimana sukarnya untuk menjadikan impian tersebut sebagai suatu kenyataan. Sosaku Kobayashi mengambil masa bertahun-tahun lamanya untuk menjalankan kajian sebelum memulakan Tomoe pada tahun 1937 dan ia akhirnya musnah terbakar dalam serangan udara dalam Perang Dunia Kedua pada tahun 1945.

Berbalik pada tanggungjawab serta harapan yang disandarkan pada guru-guru negara ini pada hari ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Perdana Menteri, iaitu untuk melahirkan modal insan yang tinggi martabatnya, sebenarnya juga membawa seruan kepada semua pihak agar menghulurkan sokongan serta kerjasama yang sewajarnya. Memang benar amanah besar itu akan dapat ditunaikan sekiranya golongan guru terus berusaha menimba ilmu pengetahuan dan berasaskan ilmu yang dimiliki, mereka akan dapat melahirkan pelajar yang berilmu, berbudi pekerti, berkeupayaan dan berdaya saing tinggi. Namun, amanah besar ini haruslah seiring pula dengan pengiktirafan, penghormatan serta pemeliharaan kebajikan golongan guru, termasuk peningkatan kadar upah atau gaji.

Dalam kertas usul yang bertajuk, "Financing Basic Education in IDB Member Countries" oleh Abdel Hameed M. Bashir, dinyatakan bahawa peningkatan purata gaji guru dianggap sebagai penambahbaikan dan dijangka akan menyediakan insentif bagi tenaga pengajar, mengurangkan ketidakhadiran, menarik minat lebih banyak guru-guru yang berkelayakan dan merangsang kebertanggungjawapan bagi keberkesanan guru (Mingat, Rakotomala, dan Tan, 2002). Peruntukan besar yang diterima oleh Kementerian Pelajaran dalam Rancangan Malaysia Kesembilan sebagai salah satu langkah bagi membantu guru, khususnya bagi penyediaan persekitaran dan tempat tinggal yang selesa bagi guru, seharusnya dijadikan penggerak kepada usaha-usaha lebih giat bagi pemartabatan kedudukan guru.


[sumber]